Mataram NTB. Journalntbnewa.com Sejumlah aktivis dari Aliansi Rakyat Menggugat (ALARM) Nusa Tenggara Barat (Ntb) mulai melakukan langkah-langkah advokasi dan pelaporan resmi terhadap dugaan tindak pidana penggelapan pajak yang melibatkan PT. Amman Mineral Nusa Tenggara (AMNT) dan subkontraktornya, PT. Amman Samudera Sejahterah (ASSA). Kasus ini diduga kuat menjadi bagian dari praktik mafia perpajakan yang merugikan potensi pendapatan Negara hingga puluhan miliar rupiah per tahun.
Dalam konferensi pers yang disampaikan Ketua ALARM NTB, Lalu Hizzi, dikatakan bahwa pihaknya telah menyerahkan laporan ke Kejaksaan Tinggi (Kejati) NTB melalui kuasa hukum mereka, Muhanan, SH., MH dan Muhammad Syarifuddin, SH., MH. Laporan tersebut menyoroti adanya dugaan pelanggaran undang-undang perpajakan yang dilakukan oleh PT. AMNT dan PT. ASSA. 30/4/2025
“PT AMNT yang bekerjasama dengan PT ASSA diduga telah melanggar ketentuan perpajakan, terutama terkait hilangnya penerimaan PPN, PPh 21, dan PPh 23 yang seharusnya masuk ke kas negara,” ujar Lalu Hizzi. Ia menambahkan bahwa kasus penggelapan ini merupakan tindakan kejahatan yang merugikan negara serta masyarakat di sekitar wilayah tambang.
Hizzi menegaskan bahwa dugaan penggelapan pajak ini berkaitan dengan aktivitas jasa bongkar muat barang milik PT. AMNT di pelabuhan umum kelas III, di Benete, Sumbawa Barat. Menurut analisis mereka, terdapat rekayasa dan penggelapan pajak yang dilakukan oleh PT. AMNT dan subkontraktornya dalam proses pengelolaan jasa bongkar muat tersebut.
Selain itu, ALARM NTB mengungkapkan bahwa PT. ASSA diduga berperan sebagai calo jasa bongkar muat yang ditunjuk secara tidak resmi oleh manajemen PT. AMNT. Perusahaan ini tidak memiliki izin resmi di bidang bongkar muat di pelabuhan, tetapi tetap mendapatkan kontrak kerja tidak resmi yang bernilai lebih dari Rp 14 miliar per bulan. Kontrak yang tidak resmi ini disebut-sebut menyebabkan potensi Kena Pajak (PKP) dari aktivitas usaha menjadi hilang, sehingga mengurangi penerimaan pajak negara secara signifikan.
Lebih jauh, ALARM NTB menyatakan bahwa pajak yang diduga tidak tercatat dan disetorkan secara resmi meliputi PPN, PPh Badan, dan PPh 21, dengan estimasi kebocoran mencapai Rp 18 miliar per tahun. Angka ini menunjukkan besarnya potensi kerugian negara akibat praktik penggelapan dan rekayasa pajak yang dilakukan oleh pihak terkait.
Langkah advokasi dan pelaporan ini merupakan bagian dari upaya aktivis untuk memastikan penegakan hukum dan keadilan di sektor sumber daya alam, khususnya tambang emas. Mereka menuntut agar aparat penegak hukum segera menyelidiki dugaan pelanggaran ini secara serius dan menindak pelaku sesuai ketentuan hukum yang berlaku.
Kasus ini menjadi perhatian publik karena menyentuh aspek penting dari pengelolaan sumber daya alam dan keadilan perpajakan yang selama ini menjadi perhatian masyarakat dan lembaga pengawas. Diharapkan, langkah-langkah hukum yang diambil dapat membawa efek jera dan meningkatkan transparansi serta akuntabilitas perusahaan-perusahaan tambang di Indonesia.
Masyarakat dan pemerhati lingkungan serta keuangan negara menantikan perkembangan selanjutnya dari proses penyelidikan ini, agar potensi kerugian negara yang besar dapat diminimalisir dan keadilan dapat ditegakkan. (RJ)