Dr. Saiful Akhyar Ketua Umum ISNWDI Lombok Barat dan berdomisi di Suranadi

 


Lombok barat,Journalntbnews.
Ketua Umum ISNWDI Lombok Barat dan berdomisi di Suranadi angkat bicara dan
Merespon pernyataan salah seorang oknum pemilik café tuak di Suranadi yang menyatakan bahwa minuman tuak merupakan identitas budaya masyarakat Suranadi tentu pernyataan ini sangat kami sesalkan. Pernyataan ini dianggap mengeneralisasi bahwa semua masyarakat Suranadi memiliki identitas budaya minum tuak, kalau ada sebagian masyarakat yang suka mengkonsumsi tuak, tidak bisa dikatakan bahwa semua orang dalam satu komunitas tersebut memiliki identitas budaya seperti kebiasaan sebagian kecil masyarakat tersebut. Menurut Taylor budaya adalah semua kompleksitas yang menyangkut didalamnya ada kepercayaan, pengetahuan, kesenian, hukum, moral, adat istiadat, dan lainnya yang diperoleh seseorang dari masyarakat. Sementara Al Syarqawi mendefinisikan budaya sebagai khazanah sejarah suatu masyarakat yang tercermin dalam berbagai nilai kehidupan yang memiliki makna dan tujuan rohani. Mencermati pendapat para ahli dihubungkan dengan pernyataan pemilik café, tentu sangat kontradiktif. Apa kaitannya minum tuak dengan tujuan rohani suatu masyarakat? Apa korelasi positif antara hukum, moral, pengetahuan dan kesenian, dan kepercayaan dengan minum tuak? Bahkan secara hukum positif Perda RTRW Lombok Barat keberadaan café-café dengan hidangan minuman beralkohol (tuak) tersebut bertentangan dengan hukum positif. Apalagi kalau dikaitkan dengan norma agama.

Perlu diketahui bahwa masyarakat Suranadi sangat heterogen. Ada teman-teman Hindu dan ada Suku Sasak muslim. Kalau minuman tuak seperti dikatakan oleh oknum pemilik café tersebut dianggap juga sebagai identitas budaya Suku Sasak muslim yang berdomisili di wilayah Suranadi, bisa dianggap sebagai penghinaan dan penistaan agama serta pencemaran nama baik masyarakat Suranadi. Apalagi oknum pemilik café tersebut teridentifikasi bukan orang Suranadi, namun dengan vulgar menyatakan bahwa identitas budaya orang Suranadi adalah minuman tuak. Tuduhan atau anggapan tersebut sangat melukai hati masyarakat khususnya Sasak Muslim Suranadi. 
"Kami meminta agar oknum tersebut mencabut pernyataannya dan meminta maaf kepada masyarakat Suranadi." 

Sebagai informasi bahwa keberadaan puluhan café-café illegal di wilayah Suranadi dan sekitarnya telah menimbulkan dampak sosial yang mengkhawatirkan di tengah masyarakat. Hingar bingar suara musik yang nyaris tak kenal waktu sangat mengganggu waktu ibadah dan istirahat masyarakat sekitar. Mobilitas dan aktivitas pengguna café yang sampai menjelang dini hari sangat meresahkan masyarakat, apalagi keributan kerap terjadi sehingga kondusifitas keamanan sangat mengkhawatirkan. Keberadaan kos-kosan “liar” yang identitas penghuninya tidak jelas menimbulkan kecurigaan di tengah masyarakat. Apalagi lokasi café-café tersebut bertolak belakang dengan situasi masyarakat sekitar dimana di sebelah utara terdapat madrasah NW dan Ponpes NU Qamarul Huda Keling, di Barat ada Madrasah NWDI dan Ponpes Hikmatussyarif NWDI, di sebelah Selatan terdapat Madrasah NWDI, dan di sebelah Timur ada Ponpes Darul Musthofa NW. 
Release Komisi Penanggulangan AIDS (KPA Lombok Barat) beberapa tahun lalu menyatakan bahwa ada indikasi kenaikan jumlah penderita HIV/AIDS, bahkan Suranadi merupakan salah satu penyumbang kasus HIV/AIDS terbesar di Lombok Barat. Klaim yang menyatakan bahwa café-café tersebut memikat wisatawan lokal maupun mancanegara sangat tidak masuk akal. 

Penulis sebagai mantan praktisi pariwisata selama belasan tahun nyaris tidak pernah menemukan permintaan tamu untuk datang atau berkunjung ke café-café tuak, apalagi wisatawan manca negara yang sangat mempertimbangkan kenyamanan, keamanan dan higienitas.
Kebijakan Bupati Lombok Barat yang memerintahkan menutup café-café illegal dan kos-kosan liar serta memfokuskan penjualan minuman beralkohol di wilayah Senggigi dan Sekotong (sesuai Perda) memberi harapan yang sangat tinggi bagi masyarakat sekitar café illegal. Masyarakat sangat mendukung kebijakan tersebut. Masyarakat berharap agar Pemda Lombok Barat mengembalikan, menata dan mengembangkan wilayah berdasarkan RTRW yang telah ditetapkan sehingga wilayah-wilayah Lombok Barat berkembang sesuai ciri dan potensinya.

(Jntb)