Kasus Papuk Murtiah : Pelajaran Berharga tentang Perlindungan Hak atas Tanah
24.7.25
Lombok Barat, Journalntbnews.com Masyarakat Lombok Barat, khususnya warga Desa Lembar, terfokus pada perkembangan sidang kasus yang melibatkan Amak Kamarudin, lebih dikenal sebagai Papuk Murtiah. Pada hari Rabu, 23 Juli 2025, Pengadilan Negeri Mataram membacakan keputusan yang menggemparkan publik terkait dugaan penggelapan hak atas tanah yang melibatkan obyek yang sebelumnya dimiliki oleh Ketut Hartatih, pemilik Kafe Surya.
Kasus yang terdaftar dengan nomor perkara 315/PIDB ini telah menarik perhatian luas karena implikasi hukum dan sosial yang menyertainya. Dalam proses persidangan yang berlangsung cukup lama, Papuk Murtiah dituntut atas dugaan tindak pidana penggelapan. Akhirnya, berdasarkan keputusan Hakim Ketua Laily Fitria Titin Anugrahwati, S.H., M.H., Papuk Murtiah dijatuhi hukuman penjara selama satu tahun empat bulan.
Ahmad Dimiati Hamzar, SH, pengacaranya, menyampaikan rasa syukurnya atas keputusan hakim. Dia menjelaskan bahwa awalnya Jaksa Penuntut Umum (JPU) menuntut hukuman selama empat tahun, mengacu pada Pasal 372 dan 385 KUHP yang mengatur tentang penggelapan. Meskipun tuntutan itu cukup berat, hakim akhirnya memutuskan hukuman yang lebih ringan setelah mempertimbangkan sejumlah faktor dalam proses persidangan.
Dalam pernyataannya, Hamzar menyampaikan, “Kami mewakili keluarga terdakwa menyampaikan ucapan terima kasih kepada JPU dan yang Mulia Hakim Ketua karena telah memberikan tuntutan dan keputusan yang cukup melegakan hati kami.” Keputusan tersebut memberikan sedikit kelegaan bagi keluarga Papuk Murtiah, meskipun mereka harus menghadapi kenyataan bahwa hukum telah menetapkan perbuatannya sebagai melanggar.
Kasus ini tidak hanya berkisar pada persoalan hukum, tetapi juga melibatkan nilai-nilai sosial yang esensial, terutama mengenai perlindungan hak atas tanah. Dalam masyarakat, isu hak atas tanah sering kali menjadi sumber konflik, sehingga keputusan ini diharapkan bisa menjadi pelajaran berharga tentang pentingnya menghormati hak milik orang lain.
Hakim Laily Fitria juga menunjukkan komitmen untuk menegakkan keadilan melalui proses hukum yang transparan. Ini adalah harapan bagi masyarakat, agar praktik-praktik serupa dapat diminimalisasi di masa mendatang. Keputusan ini seharusnya tidak hanya menjadi titik akhir dari sebuah kasus, tetapi juga awal dari peningkatan kesadaran hukum bagi semua pihak.
Kehidupan masyarakat yang harmonis dapat tercapai dengan saling menghormati hak masing-masing individu. Dengan berjalannya proses hukum yang adil, diharapkan masyarakat akan lebih memahami pentingnya ketentuan hukum dan menjadikannya sebagai pedoman dalam berinteraksi dengan sesama.
Akhir kata, kasus Papuk Murtiah memberikan refleksi mendalam tentang hak kepemilikan dan pentingnya keadilan di mata hukum. Semoga kejadian ini menjadi momentum perbaikan bagi semua pihak agar lebih memahami dan menghargai hak orang lain, demi terciptanya masyarakat yang lebih aman dan berkeadilan. (RJ)
Tags