Kepala Bidang Cipta Karya Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR) KLU, Rangga Wijaya, menegaskan bahwa tidak ada alokasi dana khusus untuk proyek tersebut.
“Tidak ada anggarannya. Kami hanya melakukan kajian dan analisis. Kalau dibilang anggaran sudah ada, itu tidak benar,” ujar Rangga saat dikonfirmasi, Selasa (15/7/2025).
Menurut Rangga, kajian terakhir menunjukkan pemasangan pipa bawah laut dari Gili Air ke Gili Meno belum layak dilakukan. Pasalnya, ketersediaan debit air bersih saat ini belum cukup untuk dialirkan ke Gili Meno. Debit air di daratan saja masih kurang untuk memenuhi kebutuhan warga di Kecamatan Tanjung dan Pemenang.
“Untuk wilayah darat saja masih banyak yang belum terlayani PDAM,” katanya.
Beberapa desa yang hingga kini belum terjangkau layanan PDAM antara lain Dusun Pengembuk Desa Sokong, Desa Siger Penjalin, Desa Menggala, Desa Malaka, dan Desa Pemenang Barat.
Dengan kondisi itu, kata Rangga, teknologi Sea Water Reverse Osmosis (SWRO) dinilai menjadi solusi paling tepat untuk menjawab kebutuhan air bersih di kepulauan kecil seperti Gili Meno.
“Sekarang pemerintah lebih mengedepankan SWRO, karena dinilai mampu mempercepat pemenuhan kebutuhan air bersih. Selain itu, anggarannya juga tidak sedikit kalau mau memasang pipa bawah laut, bisa puluhan miliar rupiah,” jelasnya.
Rangga menambahkan, pembangunan infrastruktur air bersih bukanlah pekerjaan singkat. Diperlukan kerja sama dengan pihak ketiga untuk menerapkan teknologi SWRO agar lebih efisien secara waktu dan pembiayaan.
“Dengan SWRO, satu sisi kita menghemat keuangan daerah, sisi lain mempercepat pelayanan ke masyarakat,” ujarnya.
Sementara itu, Sekretaris BPBD KLU, Nyoman Juliada, menyebut kondisi kekeringan tahun ini masih sama seperti tahun 2024 lalu. Berdasarkan data BPBD, puluhan dusun di Lombok Utara masih mengalami kekeringan, seperti Dusun Otak Lendang, Akar-Akar Selatan, Terbis, Batu Gembung, Embar-Embar, dan puluhan dusun lainnya di Kecamatan Bayan, Kayangan, Gangga, Tanjung, dan Pemenang.
Keluhan warga pun masih terdengar. Yusri Imran, warga Dusun Terengan, Desa Pemenang Timur, mengatakan sejak PDAM berdiri, mereka belum pernah menikmati air bersih dari perusahaan tersebut.
“Kami masih pakai air kali seadanya, dengan swadaya sendiri,” katanya.
Senada dengan itu, Saefudin, warga Desa Pemenang Barat, mengaku lebih mengandalkan sumur bor.
“Kalau pakai PDAM sering nggak keluar airnya, biasanya malam baru ada,” ujarnya.
Dengan keterbatasan debit air bersih dan anggaran, Pemda KLU kini menaruh harapan pada teknologi SWRO untuk memastikan akses air bersih masyarakat kepulauan terpenuhi tanpa menunggu pembangunan pipa bawah laut yang belum jelas kapan dapat diwujudkan.
(D.Jntb)