Mataram, Journalntbnews.com Agenda persidangan kasus Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT) dengan terdakwa Frederick Raby kembali digelar di Pengadilan Negeri Mataram, Senin (29/9/2025). Sidang kali ini beragendakan penyampaian pledoi atau nota pembelaan.
Sebelumnya, Jaksa Penuntut Umum (JPU) menuntut Frederick dengan hukuman dua bulan penjara subsider dan denda Rp5 juta.
Dalam sidang pledoi, penasihat hukum terdakwa, M. Syarifuddin, menyampaikan bahwa kliennya selama ini justru menjadi korban kekerasan rumah tangga yang berlangsung bertahun-tahun. Frederick mengaku tidak pernah melaporkan kejadian sebelumnya demi menjaga keutuhan rumah tangga.
“Apa yang dilakukan oleh terdakwa merupakan tindakan refleks sebagai bentuk pembelaan diri terhadap serangan yang terjadi. Itu bukan kekerasan aktif, melainkan respons terhadap ancaman,” ujar Syarifuddin usai sidang.
Pihak kuasa hukum juga mengajukan bukti berupa riwayat percakapan daring (WhatsApp) berisi hinaan dan ancaman, serta bukti transfer keuangan dan pembayaran kartu kredit. Bukti tersebut, menurut Syarifuddin, membantah tudingan bahwa terdakwa tidak memberi nafkah.
“Klien kami tetap menjalankan kewajibannya sebagai kepala keluarga,” tambahnya.
Menanggapi tuntutan yang diajukan berdasar Pasal 44 Ayat (4) UU Penghapusan KDRT, kuasa hukum meminta majelis hakim menganalisis secara objektif perbedaan antara perbuatan menyerang dengan tindakan membela diri.
Selain itu, Syarifuddin menyinggung persoalan hak asuh anak. Ia menyebut sejak 12 Juni 2025, Frederick tidak pernah bertemu maupun mendengar kabar tentang anaknya.
“Klien kami sangat merindukan anaknya. Berdasarkan aturan perlindungan anak, Frederick berhak untuk bertemu dengan putranya. Kami akan menempuh jalur hukum jika hak itu dihalangi,” tegasnya.
Sementara itu, Frederick Raby dalam kesempatan yang sama berharap majelis hakim dapat memberikan keputusan yang adil.
“Saya berharap majelis bijak memutuskan. Saya sebenarnya korban, sudah lama memendam demi keutuhan keluarga kecil saya,” ucap Frederick.
Ia juga meminta majelis hakim menilai secara jernih mana fakta dan mana drama dalam kasus yang menyeretnya ke meja hijau. (RJ)